Silahkan chat dengan kami Admin akan membalas, mohon tunggu.
Bismillah, Ada yang bisa dibantu? ...
Mulai chat ...
Rumah Mleyok, Cikarang

Testimoni
"... pertama menggunakan arsitek online diliputi keraguan & was-was, namun ..."

Mimpi Rumah Idaman

          "Assalamu'alaikum," terdengar salam dengan suara ringan di seberang sana dari handphone ku.
          "Wa alaikumussalam ...ini dokter Saiful ya...," jawabku.
          "Iya .."
          "Saya Rachmadi dok, Anda mencari saya dok ?" tanyaku.
          "O iya ...ini pak Rachmadi yang arsitek ya ?...begini lho, saya sedang mengembangkan rumah saya dengan menambah ruang usaha di depan dan bermaksud untuk menambah ruang praktek. Sebagian sudah di bangun, tapi kok saya kecewa ya ...tidak sesuai keinginan. Dari depan terlihat wagu. Kalau pak Rachmadi sempat tolonglah lihat rumah saya ini. Bagaimana agar terlihat pantas, apalagi di depan rumah akan dibangun jalan besar," papar dokter Saiful yang aku sendiri belum pernah bertemu dengannya.

          Inilah sebagian cuplikan percakapan aku dengan dokter Saiful. Dokter muda tinggal di daerah Wates, Jawa Tengah yang ingin mengembangkan rumahnya di kombinasikan dengan ruang usaha dan ruang praktek dokter.

          Sebenarnya banyak sekali kasus-kasus yang terjadi di masyarakat tentang tidak tercapainya keinginan mempunyai rumah sesuai dengan kebutuhan masing-masing keluarga. Rumah yang sesuai dengan kegiatan keseharian suatu keluarga. Rumah idaman. Hmm...siapa yang tak mau?

          Bagi yang dimudahkan rizqinya dan baru berkeluarga atau keluarga muda dengan putra masih satu anak sangatlah mengidam-idamkan rumah. Rumah sebagai tempat istirahat, tempat berteduh dan berlindung dari keganasan alam. Rumah sebagai tempat bercengkrama dengan keluarga, dengan anak-anak yang masih lucu-lucu. Betapa indahnya kalau itu terwujud. Rumah juga terkadang sebagai tempat usaha juga, tempat melakukan kegiatan-kegiatan bisnis bagi yang berwiraswasta. Segala kegiatan bisa kita lakukan di rumah idaman.

          Namun, semua itu kita dapatkan tidak seperti mimpi. 

          Terkadang dana sudah siap, tapi kita tidak tahu harus memulai darimana. Boleh jadi seorang calon penghuni rumah idaman mencoret-coret gambar denah rumah sendiri. Akhirnya apa? Gambar yang jadi malah memboroskan biaya. Karena apa? Karena dalam merancang denah rumah tersebut tanpa memikirkan segi efisiensi struktur konstruksi bangunan yang hemat biaya. Seperti misalnya, jarak bentang kolom yang efisien. Belum lagi memadukannya dengan ruang di sebelahnya agar efisien struktur konstruksinya tadi.

          Satu peristiwa lagi, ini terjadi pada saudara iparku sendiri. Dia ingin merenovasi rumahnya dengan pengembangan tambahan kamar tidur dan garasi. Maka mulailah dia mencoret-coret denah. Akhirnya lama sekali tak kunjung jadi. Walhasil, boros tenaga dan fikiran. Padahal dia seorang direktur pada suatu property yang terkenal di ibukota. Tentu waktu, tenaga dan fikirannya lebih manfaat kalau digunakan dalam memikirkan property yang memang dia ahli dibidangnya. 

          Akhirnya, "Medi, (nama kecilku) tolong didesain kan pengembangan rumahku ini ya ... aku sudah coba coret-coret malah kacau semua," keluh saudara iparku melalui handphonenya.

          Nah, sebenarnya apa yang membuat mereka melakukan itu semua? Atau anda juga akan melakukan hal yang sama kalau mau membuat rumah idaman anda?

          Hm....setelah aku perhatikan dan renungkan semua ini di karenakan : kurang menghargai profesi arsitek dalam dunia bangunan rumah. Atau tidak menyadari profesi arsitek sangatlah penting dalam merencanakan suatu rumah yang diidam-idamkan. Padahal mereka sadar bahwa arsitektur adalah suatu jurusan tersendiri dalam suatu perguruan tinggi dan mereka juga terkadang dari kalangan yang mengenyam pendidikan perguruan tinggi pula. Mereka tidak mau membayar arsitek karena kata mereka mahal. 

          Coba anda fikir masak-masak lagi. Berapa yang mereka keluarkan biaya bangunan untuk rumah hanya seluas 100m2 bangunan, misalnya? Taruhlah 1m2 bangunan sekarang nilai biaya bangunan adalah Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah). Nilai ini kita pukul rata anggap sama untuk seluruh Indonesia. Sekedar informasi, terakhir ketika tulisan ini diposting, di Ibukota, Jakarta biaya bangunan untuk rumah tinggal adalah Rp. 4.000.000,00 (empat juta rupiah) per meter persegi bangunan.

          Baik kita kembali, maka biaya bangunan yang harus di keluarkan adalah 100m2 x Rp3.000.000,00 = Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah). Ini belum termasuk harga tanah yang harus dibayar sebelumnya ketika membeli lahan bakal rumah idaman. 

          Banyakkah?

          Kemudian di Buku Pedoman Hubungan Kerja Antara Arsitek dan Pemberi Tugas tahun 1991 yang diterbitkan IAI (Ikatan Arsitek Indonesia) dan saya punya bukunya karena saya terdaftar sebagai Anggota IAI, besar imbalan jasa desain seorang arsitek adalah 5 % dari biaya bangunan untuk rumah tinggal seluas 37m2-100m2. 

          Jadi berapa? Rp 15.000.000,00. Hah! Banyak sekali. Anda pasti kaget. Yah, itulah imbalan yang layak bagi seorang arsitek yang telah melewatkan masa kuliahnya cukup lama (paling cepat 4 tahun) dan dengan biaya kuliah, kos (kalau kos), dan akomodasi lainnya yang tidak sedikit. Belum lagi tugas-tugas yang harus di kerjakan sampai begadang semalaman.

          Baik, jika begitu kita tawar saja .... arsitek banting harga! Ya ...ya tidak apa-apa dan lagi apakah sang arsiteknya  memang sudah terkenal? Baik,  kita tawar setengahnya. Tidak tanggung-tanggung. Jadi Rp7.500.000,00. 

          Wah, masih kemahalan 30 % nya saja. Jadi Rp5.000.000,00. Hmmm....Coba anda fikir lagi masak-masak. Mereka berkeberatan mengeluarkan jasa desain rumah 15 juta rupiah atau 7,5 juta rupiah atau 5 juta rupiah sekalipun demi menyelamatkan 300 juta rupiah.

          Kemudian, dengan tidak bermaksud merendahkan, pekerjaan Arsitek tidak sama dengan Desainer Grafis. Memang, jika kita lihat hasilnya lebih mempesona karya seorang desainer grafis dibanding seorang Arsitek. Karya seorang arsitek yaitu gambar-gambar kerja yang akan di laksanakan di lapangan dalam masa-masa pembangunan rumah tersebut. Yaitu hanya berupa garis-garis denah, tampak, potongan, pondasi, rencana kusen, rencana air bersih dan kotor, dan sebagainya. Kalau secara kasat mata orang awam bukanlah suatu gambar yang indah. Lain halnya karya seorang desainer grafis yang sangat indah mata memandangnya. 

          Namun, coba kita fikir masak-masak lagi. Gambar hasil seorang arsitek yang kalau dibangun hasilnya suatu rumah yang akan melindungi suatu keluarga dari ganasnya alam. Tidak itu saja, hasilnya akan meningkatkan kwalitas hidup suatu keluarga. Membangun suatu peradaban kecil yang kalau suatu peradaban kecil dalam suatu keluarga ini baik maka baiklah lingkungan tersebut. Kalau lingkungan itu baik maka baik pula kumpulan lingkungan dengan skala yang lebih besar lagi. Akhirnya, maka terciptalah suatu peradaban masyarakat suatu negeri yang baik pula.

          Belum lagi, suatu rumah tidak hanya sekedar melindungi, tapi aman dari segi struktur dan konstruksi bangunannya. Bagaimana tidak harus aman? Jika misalnya dalam merancangnya asal-asalan saja apa tidak ambruk? Nah, nyawa taruhannya.

          Seorang arsitek dalam menorehkan satu garis saja, maka yang terlintas dalam fikirannya adalah : kuat apa tidak ya dari segi konstruksi, nyaman apa tidak ya apabila tinggal di dalamnya, cukup apa tidak ya perabotan yang masuk ke dalamnya, pipa-pipa air bersih dan kotor lewat sebelah mana ya ....dan banyak lagi. 

          Sekali lagi, dengan tanpa bermaksud melecehkan profesi desainer grafis, apakah hal yang sama akan difikirkan seorang desainer grafis? Yang keterlaluan adalah ada yang mau membayar seorang arsitek dengan hanya ratusan ribu untuk rumah senilai 300 juta! Mereka samakan kerja seorang arsitek dengan kerja seorang desainer grafis untuk sebuah cover buku?

          Satu lagi, ini suatu pengalaman seorang teman. Dia membangun suatu rumah. Dia telah meminta gambar desain padaku. Tapi ketika membangunnya tanpa bertanya bila ada yang kurang jelas dalam gambar. Suatu saat, pada tahap pembangunan tangga rumah.Ternyata dalam pembangunan tangga rumahnya tersebut tanpa melihat gambar yang sudah aku buat. Akibatnya tangga rumah tersebut tidak sesuai dengan rancangan. Bila kita menaiki tangga tersebut, maka kepala kita akan terbentur balok beton pada lantai atas yang kita lewati. Temanku akhirnya bertanya kepadaku, mengapa kok demikian. Selidik punya selidik, ternyata dalam pembuatan tangga tanpa melihat gambar yang telah aku buat. Lalu dia mau bongkar lagi. 

         Bayangkan! berapa kerugian yang dia terima. Yang jelas bukan hanya ratusan ribu tapi jutaan rupiah. Nah, ini padahal telah didesain dengan benar. Hanya karena kurang teliti dan meremehkan gambar desain rumah yang sudah dibuat.

          Bagaimana dengan orang yang mau membuat rumah tanpa arsitek? Maka yang terjadi di masyarakat adalah rumah mereka akan sering dibongkar-pasang. Sudah dibangun, sudah jadi .. wah kurang begini, kurang begitu. Kurang luas, kurang nyaman, kurang fungsional, kurang ..., kurang....dsbnya.

          Coba digambar, didesain dulu, jika salah tinggal hanya dihapus. Rugi apa? Rugi kertas. Rugi tinta printer sebanyak selembar kertas? Lebih rugi mana dibanding dengan rugi membongkar bangunan rumah? Rugi sebanyak jutaan rupiah tadi?

          Rumah tanpa arsitek, ibarat rumah idaman yang hanya diimpiankan saja. Rumah sudah jadi, tetapi rumah idaman tinggal impian.

***

Semoga Bermanfaat.
Terima Kasih, Salam Sukses untuk Anda!

Rachmadi Tri Atmojo
Pendiri dan Arsitek sketsarumah.com
https://www.sketsarumah.com

Mau tahu Studionya?
Silahkan klik http://www.sketsarumah.com/p/studio.html

Atau mau tahu langsung hasil-hasil karyanya?
Silahkan klik http://www.sketsarumah.com/p/karya.html